Andi berjalan memasuki ruang dapur seakan mencari sesuatu namu yang ia cari tidak ia temukan disana. Hal itu membuat ia jengkel dan marah. Tak lama kemudian terdengar suara dia memanggil ibu.
“ Ibu ……Ibu ……! Seru Andi
memanggil ibunya
“ Ya ……ibu dibelakang Nak.”
Terdengar suara ibunya dari arah belakang rumah Andi bergegas menemui ibunya
untuk meminta sesuatu
“ ada apa Andi ?”
“ saya butuh uang , Bu”
“Berapa uang yang kau
butuhkan, Nak ?”
“Lima puluh ribu rupiah”
Ibu Andi terkecut mendengar
sejumlah uang yang disebutkan anaknya
“Untuk apa uang sebanyak itu,
Nak ?”
“Pokoknya Ibu tidak perlu
tahu untuk apa uang itu, yang jelas ibu harus memberi saya uang lima puluh
ribu”
“Di mana ibu harus mengambil
uang untuk kuberikan kepadamu, Nak ?”
“Saya tidak mau tahu dari
mana, yang penting saya harus mendapatkan uang sebanyak itu. Saya malu sama
temen-temen saya, Bu. Mereka semua hidup enak punya uang banyak. Sedangkan saya
hanya diberi uang pas-pasan”
“Ibu mengerti, Nak. Tapi kamu
juga harus mengerti keadaan keluarga kita. Seandainya ayah kamu masih hidup,
uang sebesar itu tidak telalu sulit untuk kita temukan. Tapi kini ayahmu telah
tiada, dimana ibu harus mendapatkannya”
“Sudah saya katakan saya
tidak mau tau dari mana uang itu didapatkan, yang penting saya harus
mendapatkan uang itu. Kalau tidak, biarkan saya pergi dari rumah ini”
Andi berlari meninggalkan
ibunya
“Andi……..Andi anakku.
Janganlah kamu meninggalkan ibu, Nak “teriak ibu Andi menahan langkah anaknya.
Andi tetap berlari tanpa
menghiraukan teriakan ibunya. Sementara ibunya terus mengalirkan air mata
menyaksikan tinkah anaknya. Betapa sakit hatinya, seakan tergores dan tersayat.
Tak lama setelah kepergian
Andi, dua orang memakai seragam polisi datang kerumah Andi. Mereka melaporkan
bahwa Andi mendapat kecelakaan dan dirawat di rumah sakit. Tangis ibu Andi
semakin menjadi-jadi. Api apa hendak dikata nasi telah menjadi bubur.
Setelah menderat berita itu,
ibu Andi bergegas ke rumah sakit. Dari penjelasan dokter bahwa Andi harus
dioperasi. Ibu Andi terkejut mendengar hal itu, karena ia tidak punya uang
membiayai operasi Andi.
Dari mana saya mendapatkan
uang untuk operasih, Dok. Saya orang miskin, tak punya apa-apa.
“Hal itu tidak perlu ibu
hiraukan. Semua biaya operasih ditanggung oleh Pak Anton. Orang yang menabrak
anak ibu.”
Hati ibu Andi sedikit agak
lega mendengar hal itu.
“Bolehkan saya menjenguk anak
saya, Dok ?”
“Oh………. Silahkan, Bu”
Ibu Andi begitu sabarnya
menunggui anaknya di samping pembaringan. Tak lama kemudian, Andi kelihatan
membuka mata dan mulutnya, namun penglihatannya masih agak kabur. Hanya suara
ibunya yang membuat ia tahu bahwa ibunya telah berada di sampingnya. Ia ingin
memeluk ibunya, namun tak mampu bergerak. Ia hanya mampu menangis diatas
pembaringan sambil menatap ibunya.
“Ibu………. Maafkan, Andi, Bu”
“Sudahlah, Nak. Semuanya
telah terjadi”
“Tapi ini semua salah Andi,
Bu. Seandainya Andi tidak menuruti hawa nafsu, Andi tidak akan begini, Bu. Andi
tidak membuat Ibu repot”
“Sekarang yang penting kamu
sembuh dan menyadari kesalahan kamu”
Andi janji, Bu. Andi tidak
akan melakuakn hal itu lagi”
0 comments:
Post a Comment